The life of a business banker is 24/7, dan bagi Andrea, banker muda yang tengah meniti tangga karier di salah satu bank terbesar di Indonesia, rasanya ada 8 hari dalam seminggu. Power lunch, designer suit, golf di Bintan, dinner dengan nasabah, kunjungan ke proyek debitur, sampai tumpukan analisis feasibility calon nasabah, she eats them all. Namun di usianya yang meninjak 29 tahun, Andrea mungkin harus mengubah prioritasnya, karena sekarang ada Adjie, the most eligible bachelor in banking yang akan segera menikahinya. So she should be smiling, right? Not really. Tidak di saat ia harus memilih antara jabatan baru dan pernikahan, menghadapi wedding planner yang demanding, calon mertua yang perfeksionis, target bank yang mencekik, dan ancaman denda 500 juta jika ia melanggar kontrak kerjanya. Dan tidak ada Manolo Blahnik atau Zara atau Braun Buffel yang bisa memaksanya tersenyum di saat ia mulai mempertanyakan apakah semua pengorbanan karier yang telah ia berikan untuk Adjie tidak sia-sia, ketika ia menghadapi kenyataan bahwa tunangan sempurnanya mungkin berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri. Welcome to the world of Andrea Siregar, the woman with the most rational job on the planet as she is making the most irrational decisions in her own personal life
Kembali lagi aku menulis blog setelah sebelumnya aku bilang aku kembali juga dari kesibukan skripsi. Alright, A Very Yuppy Wedding merupakan novel pertama Ika Natassa yang diterbitkan. Well, so far I know "Underground" was written first, hanya saja Underground justru baru secara resmi dilahirkan untuk dinikmati para pembaca. Novel pertama terbit, tapi justru aku baca setelah aku menamatkan Antologi Rasa, Divortiare dan Critical Eleven-nya kak Ika di kumpulan cerpen bertajuk Autumn Once More. Aku sampai susah payah cari reader yang bersedia menjual bukunya yang edisi lama karena menurutku, gambar di sampulnya sangat representatif untuk judulnya. A ton of sticky notes with thousands reminders in it. It's super interesting. Well, seperti di buku-buku yang sebelumnya aku baca, pengkarakteran dan setting di novel ini masih sama, seputar banker's life, a young banker's life.
Banyak yang meninggalkan kritikan tentang ini di beberapa review dan situs resmi Goodreads,
tapi buat aku sendiri ini justru keunggulan kak Ika dalam menyuguhkan cerita. If in the marketing world we are accustomed to the term of 'unique selling point', kedua hal ini bisa aku bilang unique selling point dari novel-novel kak Ika. "Oh ternyata penulisnya berlatar belakang sama dengan tokohnya, wah jangan-jangan sebenarnya ini penggambaran tentang dia, narsis banget sih", kritikan semacam kalimat tersebut juga aku temukan di beberapa komentar dari pembaca. Well, as I know, banyak yang mengorbankan diri terjun dalam suatu isu untuk menulis. Whether fiction or non fiction. And here she is, kak Ika tidak perlu jauh-jauh mencari inspirasi, tidak perlu mengorbankan diri masuk ke suatu lingkungan untuk menulis. Justru aku melihat ini suatu sikap kritis dimana seorang penulis dapat mengembangkan cerita dari hal-hal yang memang ada di sekitarnya. I've once joined a creative writing course at my campus when I was still studying at the college. You know what? We had a ten-minute writing session, where we had to write something about whatever you wanted to write in a form of a short story or even a poem. SEPULUH MENIT? What could I do? Exactly, aku menulis tentang apa saja yang ada di dekatku, ranting yang tiba-tiba jatuh di depan kelas, burung yang menjadi satu-satunya objek yang terlihat saat aku melihat ke jendela dan matahari sedang menantang dengan silaunya and even an ant yang merambat di sepatuku. So, is it still irritating to bring our surrounding to be the setting of a story? I don't think so.
Besides, ada yang merasa getting irritated by her way of delivering story in English sentences. Oh my God, kalian meyebut merah jambu aja dengan istilah pink, mengisi baterai dengan istilah charging, minta bukti pembayaran dengan sebutin bill and thousand terms and sentences in English. so what is the main problem, actually? Cerita lain lagi, ada yang berkomentar "Perlu banget ya setiap halaman ada nyebutin branded stuffs yang bahkan sebagian orang nggak tau brand itu ada?" Come on guys, Andrea disini digambarkan sebagai a yuppy. well, the word yuppy is also known as yuppie. A yuppie is defined as a fashionable young middle-class person with a well-paid job. 'stereotypical 1980s yuppies obsessed with material objects and financial success' (Oxford Dictionary). So, besides stating branded stuff is her writing style, aku rasa penyebutan-penyebutan brand dunia ini berfungsi untuk penguatan karakter di novel tersebut. I am almost a hundred percent sure that she's not gonna mention those fucking-adorable world branded stuffs if she wrote about a store helper's life. Why do I say 'almost'? Ya karena bisa saja kak Ika tetap menyebutkan brand tersebut untuk penguatan karakter melalui ketidaktahuannya tentang brand. Am I right? Am I wrong?
Dan ini yang paling menggelikan, tidak percaya kalau makhluk seperti Andrea is really exist dan jengkel dengan pengkarakteran Andrea yang jetset, Adjie yang begini, teman-teman Andrea yang begitu. Oh dear, don't you notice that you are really into that story actually? Malah ada yang bilang penasaran dengan kelanjutan pernikahan Andrea dan Adjie, whether or not it will work kalau jaman pacaran aja hal-hal kecil jadi pemicu keributan hubungan mereka. Well, I say that kak Ika serves the story perfectly!!!! That's the reality. Mungkin yang bilang ceritanya terlalu drama belum pernah pacaran atau sepanjang perjalanan pacarannya tidak pernah menemui konflik serupa, but this is the sad truth, guys, simple things can lead great things. Tidak hanya great things yang bermakna positif, tetapi yang negatif juga sayangnya sering kejadian. Temen perempuan komentar di postingan Line pacar, ngamuk, status di Path udah seen by pacar tapi whatsapp nggak dibales, ngamuk, dan yang paling parah pasangan bisa marah besar hanya karena tanggepan pas ngobrol di chatroom nggak nyambung. Once again, am I right? or wrong?
Further, ada lagi yang mengkritik dan menilai kak Ika RASIS. Di sebelah mana yang rasis? apakah hanya karena menyebutkan batak dan jawa? Hellooooo, doesn't it help you a lot to describe what kinda person this character is, that character is. Ngebantu kan? Menurutku ini hanya satu cara penyajian cerita untuk membantu pembaca menggambarkan tokoh-tokoh di novel ini. Justru I give double thumbs for this point karena kak Ika cukup berani menyajikan cerita dengan cara ini. So guys, in the end I can say that kak Ika serves the story very well dan sangat asli, dia banget. Ceritanya mudah diikuti, malah memaksa kita untuk mengikuti dan alurnya menarik. I recommend you to read this novel for the sake of ........ (apapun alasan kamu membaca). So that's all for my review of A Very Yuppy Wedding. Thank you for reading!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar