Gue masih sangat menikmati lantunan demi lantunan lagu yang dinyanyikan band Danish-soft rock ini. Tapi dibandingkan dengan menikmati konser Michael Learns to Rock malam ini, gue masih lebih menikmati momen kebersamaan gue dengannya, laki-laki yang saat ini ada di samping gue. Gue masih selalu nggak percaya bagaimana dia bisa sangat meluangkan waktu, terbang dari kota yang tidak pernah tidur itu, kesini, ke Solo, hanya untuk menemani gue menonton konser MLTR. Gue tiba-tiba jadi teringat dengan siapa gue hampir datang ke konser ini.
"Eh, Bapak udah pulang OTS dari Solo? Nggak sekalian nginep disana? Ada MLTR lho Pak besok lusa.""Yang benar kamu," tukasnya dengan logat Jogjanya.
"Serius, Pak. Saya ada mapping panggungnya malah."
"Kamu mau nonton? Berangkat bareng saya aja besok sore."
Glek. Nggak nyangka, si bapak yang gue kenal super duper serius di kantor dan pelit ini doyan juga diajakin nonton konser. Pengen banget sih nonton konser enggak sendirian dan ada temennya, tapi kayaknya nggak lucu juga nonton konser berdua dengan senior lo yang bahkan kalo maksa udah pantes lo anggep bapak sendiri, atau om sih lebih tepatnya. Tapi yang lebih malesinnya lagi, salah-salah lo disangka orang sebagai a 'niece' with benefits. "Mikir apa sih, sayang? Kamu yang pengin nonton konsernya kok malah kayaknya kamu yang enggak nikmatin?"
"Ha? I do, I do really enjoy the concert kok, I still can't believe it aja, kamu mau jauh-jauh datang dari Jakarta hanya untuk menemani aku nonton konser. I hafta say that I enjoy every single moment tonight, with you," aku sadar aku berbicara sambil tersenyum sepanjang malam ini. Dia menggenggam tanganku, seolah memastikan aku tetap ada di sisinya di tengah riuhnya konser yang berlangsung hampir 3 jam.
"Can't you just stay a bit longer? Ini hari Sabtu lho, hon. Aku masih betah banget ketemu kamu," kataku seraya manja bersandar di pundaknya. Kami sedang berada di Bandara International Adi Sutjipto. Semalam, seusai konser MLTR kami langsung kembali ke Jogja dan pagi ini dia kembali ke Jakarta dengan penerbangan pertama. Matanya masih sayu karena mengantuk dan kelelahan. Tapi bahkan dia masih terlihat sangat manis walaupun wajahnya sekusut bantal yang semalaman jadi sandaran tidur.***
"If I could, I would be staying all night long or even everyday tanpa kamu harus minta, sayang. Tapi hari ini aku nggak bisa off, lembur kerjaan di kantor bareng sama yang lainnya," tukasnya sambil mengelus-elus rambutku yang aku gerai seadanya karena malas berdandan.
"Alright, aku kalah deh kalau harus tanding dengan jadwal kerja kamu. but thanks very much for giving your time to be with me. Nggak percaya aku, laki-laki sesibuk kamu menyempatkan terbang kesini hanya untuk menemani aku nonton konser. Sering-sering deh ya mereka adakan konser disini, biar kamu sering pulang juga," tawa kami pecah. Percakapan sederhana yang selalu membuatku semakin rindu. Selalu membuatku bersabar untuk menunggu.
Pesanku padanya sebelum dia memasuki pintu keberangkatan. Dia memelukku, erat. Aku bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak sangat cepat. Dia mengecup keningku dan berlalu diantara kerumunan orang-orang yang akan meninggalkan Jogja juga.
Can't believe that you're leaving. Have a safe flight ya! Jangan ngelaba kamu disana, jangan lupa, ada aku yang selalu menunggu kamu pulang disini. Take care, my nine-to-nine man. I love you!
"Jangan lupa, ada aku yang selalu menunggu kamu pulang disini."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar